Selamat datang di Artikel Indotraderpedia

Di blog ini kami menampilkan artikel-artikel yang pernah dimuat di majalah indotraderpedia.

Download Majalah Indotraderpedia

Jika Anda ingin membaca majalah secara lengkap dan terbaru, silahkan download majalah Indotraderpedia.

Toko Indotraderpedia

Kami juga menyediakan buku dan ebook dengan harga yang terjangkau.

Strategi Forex

Silahkan bergabung dengan menjadi member strategi forex untuk mengakses berbagai strategi forex.

Hubungi Kami

Silahkan hubungi kami jika ada pertanyaan.

04 June 2015

Mengenali Breakout Yang Gagal


Salah satu jenis strategi yang banyak digunakan oleh para trader adalah breakout. Strategi breakout ini terlihat simple. Saat harga bergerak dalam range antara support dan resistance, kita tinggal menunggu harga bergerak melewati support atau resistance ini untuk mengambil posisi.

Ide di balik strategi breakout memang simple. Namun dalam prakteknya tidak semudah itu. Trading breakout dapat membuat trader mendapat profit atau sebaliknya mendapat loss. Saat terjadi breakout, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu breakout tersebut sukses atau breakout tersebut gagal.

Breakout yang Sukses

Breakout yang sukses atau berhasil dapat terjadi dalam dua kondisi. Yang pertama setelah terjadinya breakout harga akan bergerak terus searah trend. Contoh seperti pada di bawah ini ini. Setelah breakout terjadi rally. Ini adalah kondisi setelah breakout yang paling ideal dan paling diharapkan oleh trader.


Kondisi kedua yang dapat terjadi setelah breakout yang sukses adalah terjadi pullback terelebih dahulu sebelum harga bergerak kembali searah dengan terjadinya breakout. Kondisi breakout seperti ini yang lebih sering terjadi daripada kondisi pertama.


Dalam kondisi breakout ini, dapat dibagi menjadi tiga fase. Fase pertama adalah harga bergerak menembus level support/resistance. Fase ini disebut action. Fase kedua adalah reaction/reaksi. Dalam contoh pada chart di atas, setelah harga naik, kemudian harga mulai bergerak turun. Ini terjadi karena mulai berkurangnya minat beli dari trader. Saat harga turun dan terjadi pullback ini trader yang belum mengambil posisi melihat peluang untuk masuk ke pasar. Mereka melakukan buy dekat dengan posisi terjadinya breakout sehingga harga kemudian naik dan terjadi rally melebihi high setelah breakout.

Volume juga berkaitan dengan suksesnya breakout ini. Saat fase pertama biasanya volume mengalami peningkatan. Saat terjadi fase kedua volume mengalami penurunan. Kemudian saat fase ketiga terjadi, volume akan mengalami peningkatan.

Breakout Yang Gagal

Ada tiga jenis breakout yang gagal.

1. Price Spike

Price Spike adalah harga naik di atas level resistance atau turun di bawah level support dalam satu sesi saja. Dalam sesi berikutnya harga bergerak kembali dalam area trading range. Price spike ini terjadi karena salah satu pihak, buyer atau seller, berusaha mendorong harga keluar dari trading range, namun gagal  karena kurangnya dukungan.

Sebagai contoh seperti chart di bawah ini. Saat harga bergerak dalam trading range, kemudian terjadi breakout naik di atas resistance. Namun sesi berikutnya harga bergerak turun kembali ke dalam trading range.


Pada price spike, umumnya yang bergerak naik atau turun di atas trading range adalah shadownya saja. Ini memberikan tanda bahwa salah satu pihak berusaha membawa keluar harga dari trading range namun gagal sehingga harga ditutup pada atau di sekitar level support atau resistance.

Oleh karenanya konfirmasi itu penting untuk menghindarkan kita dari price spike ini. Kita menunggu mengambil posisi setelah harga naik di atas high dari sesi terjadinya breakout. Selain itu konfirmasi dari indikator juga dapat membantu kita terhindar dari mengambil posisi saat terjadinya price spike.

2. Whipshaw

Jenis breakout yang gagal berikutnya adalah whipshaw. Whipshaw ini terjadi saat setelah terjadinya breakout harga bergerak dalam range yang kecil.


Sebagai contoh seperti chart di atas. Saat terjadi breakout (action) harga kemudian mengalami retracement (reaction) di mana harga bergerak naik turun di sekitar level support atau resistance. Akibat terjadinya whipshaw ini maka tidak jelas ke mana harga akan bergerak selanjutnya. Harga selanjutnya dapat bergerak naik atau malah turun.

Dalam upside breakout yang sukses, saat terjadi fase reaction kemudian banyak buyer yang masuk ke pasar sehingga fase resolution segera terjadi, yaitu harga kembali bergerak naik. Namun saat terjadi whipshaw pada upside breakout, buyer tidak cukup kuat menggerakkan harga naik sehingga terjadi tarik ulur harga di sekitar level terjadinya breakout. Kondisi seperti inilah yang sering membuat trader akhirnya terkena stop loss.

3. False Breakout

False breakout adalah bentuk breakout yang gagal dimana setelah terjadi breakout harga kemudian mengalami reversal dan bergerak kembali ke dalam level sebelum terjadinya breakout.

Contoh seperti chart di bawah ini. Setelah  fase action dan reaction, harga seharusnya bergerak naik. Namun harga bergerak turun sehingga terjadilah false breakout.


False breakout ini terjadi karena kurangnya buyer atau seller setelah fase reaction. Dalam contoh chart di atas kurangnya buyer baru yang masuk ke pasar membuat harga turun kembali di bawah level breakout.

Menghadapi Kemungkinan Breakout Yang  Gagal

Breakout yang gagal ini selalu pasti akan terjadi. Namun bagaimanakah kita menghadapinya?

Pertama-tama kita harus menyadari bahwa banyak trader yang meluangkan waktu yang banyak berusaha memprediksi masa depan dan mereka kurang waktu dalam mempersiapkan kondisi yang terjadi di masa depan. Tidak ada kepastian dalam trading, yang ada hanyalah bagaimana kita memanfaatkan peluang dengan sebaik mungkin. Oleh karenya risk management dalam trading adalah keharusan.

Breakout terjadi di zona konflik. Baik buyer atau seller memperhatikan level breakout ini. Namun tidak seorangpun tahu seberapa besar kekuatan yang diperlukan untuk menggerakkan trend. Jadi setiap posisi yang diambil di dekat level breakout memiliki risiko, tidak peduli seberapa sempurna pattern atau setup yang kita dapat.

Risk management diperlukan untuk menghadapi kemungkinan terjadinya breakout yang gagal. Adanya risk management akan meminimalkan loss kita sehingga  kita tetap dapat mengambil posisi ketika peluang breakout yang lain muncul.

Abandoned Baby

Bearish Abandoned Baby

  • Muncul di uptrend
  • Termasuk bearish reversal pattern, yaitu menunjukkan pasar akan mengalami downtrend
  • Candle pertama adalah bullish candle dengan body panjang
  • Candle kedua adalah doji atau candle dengan body sangat pendek dan idealnya  terjadi gap dengan candle sebelumnya dan candle ketiga dimana body atau shadow candle pertama dan ketiga tidak overlap doji
  • Candle terakhir berupa bearish candle candle dengan body panjang


Bullish Abandoned Baby

  • Muncul di downtrend
  • Termasuk bullish reversal pattern, yaitu menunjukkan pasar akan mengalami uptrend
  • Candle pertama adalah bullish candle dengan body panjang
  • Candle kedua adalah doji atau candle dengan body sangat pendek dan idealnya  terjadi gap dengan candle sebelumnya dan candle ketiga dimana body atau shadow candle pertama dan ketiga tidak overlap doji
  • Candle terakhir berupa bullish candle candle dengan body panjang

Accumulation Distribution

Accumulation Distribution adalah indikator oleh yang dikembangkan oleh Mark Chaikin. Indikator ini berbasiskan volume dan menghitung uang yang masuk dan keluar  pada suatu saham.

Accumulation Distribution menggunakan volume untuk mengkonfirmasi trend atau memberi peringatan melemahnya pergerakan harga. Volume terakumulasi (accumulation) saat harga penutupan saat ini lebih tinggi dari harga penutupan periode sebelumnya. Volume terdistribusi (distribution) saat harga penutupan saat ini lebih rendah dari harga penutupan periode sebelumnya. Saat terjadi accumulation maka volume saat ini ditambahkan pada nilai Accumulation Distribution. Sebaliknya saat terjadi distribution maka nilai Accumulation Distribution akan dikurangi dengan nilai volume saat ini.


Accumulation Distribution dapat ditempatkan di bawah chart harga (seperti contoh di atas) atau ditempakan pada chart harga (seperti contoh di bawah).


Ada dua penggunaan utama Accumulation Distribution. Penggunaan pertama adalah untuk konfirmasi trend. Saat terjadi uptrend atau downtrend yang kuat, maka Accumulation Distribution akan bergerak searah dengan trend. Contoh seperti chart di atas.

Penggunaan kedua adalah menunjukkan terjadinya divergence. Banyak analis teknikal yang meyakini volume mendahului pergerakan harga. Oleh karenanya saat volume dan harga bergerak dalam arah yang berlawan patut menjadi perhatian.

Berikut ini adalah contoh bullish divergence yang terjadi. Saat harga turun, Accumulation Distribution bergerak naik sehingga terjadi bullish divergence. Setelah itu harga bergerak dalam uptrend.


Berikut ini adalah contoh bearish divergence. Saat harga bergerak naik, Accumulation Distribution bergerak turun sehingga terjadi bearish divergence. Setelah itu harga bergerak dalam downtrend.


Namun indikator ini memiliki kelemahan. Seperti indikator berbasis volume lainnya, saat terjadi gap maka harga dan Accumulation Distribution akan menjadi tidak selaras seperti contoh pada chart di bawah ini.


Diamond Top & Bottom


Diamond Top adalah chart pattern yang terjadi saat uptrend. Pada diamond top ini range harga semakin membesar dan kemudian mengecil. Ini seperti ascending triangle dan descending triangle digabungkan menjadi satu. Diamond top ini termasuk chart pattern yang jarang terjadi.


Diamond Top dapat menjadi continuation pattern ataupun reversal pattern. Menurut Thomas Bulkowski, meskipun berpotensi untuk melanjutkan trend (31%) namun kemungkinan besar tetap reversal terjadi, yaitu  sebesar 69%.


Target harga pada diamond top ini sama dengan tinggi diamond top itu sendiri. Contoh seperti pada chart di samping, setelah breakout maka target harga sama dengan tinggi diamond top. Harga akhirnya mencapai target dari diamond top.


Diamond bottom  adalah kebalikan dari diamond top. Bentuknya sama persis, bedanya chart pattern ini terjadi saat downtrend. Sama seperti diamond top, diamond top ini memiliki persentase besar untuk terjadi reverasal (61%) daripada terjadi continuation pattern (39%).

Target harga dihitung dari tinggi diamond bottom. Contoh seperti chart di bawah ini.


Strategi Entri : Swing Point

Strategi entri adalah bagian terpenting dalam swing trading. Ini adalah saat di mana modal trading kita mulai diresikokan. Oleh karenanya kita memerlukan strategi entri yang tepat.
Ada banyak strategi entri yang dapat kita pilih atau kita buat. Berikut ini adalah strategi entri dasar menggunakan swing point. Swing point low digunakan saat kita mengambil posisi long/buy sedangkan swing point high digunakan saat kita mengambil posisi short.


Swing point low terdiri dari tiga candle, yaitu :

  1. Candle pertama membuat low.
  2. Candle kedua membuat lower low.
  3. Candle ketiga membuat higher low.

Candle ketiga ini memberikan informasi bahwa kekuatan seller mulai melemah dan saham akan mengalami reversal. Swing point low ini harus terjadi saat pasar sedang uptrend dan kemudian terjadi pullback.


Swing point high merupakan kebalikan dari swing point low. Swing point high ini harus terjadi saat downtrend dan kemudian terjadi retracement.

Swing point high terdiri atas tiga candle, yaitu :

  1. Candle pertama membuat high.
  2. Candle kedua membuat higher high.
  3. Candle ketiga membuat lower high.

Candle ketiga ini memberi petunjuk bahwa kekuatan buyer mulai melemah sehingga berpotensi terjadi reversal.

Perlu diperhatikan bahwa tidak semua swing point akan menghasilkan reversal. Namun reversal pasti akan terjadi setelah adanya swing point.

Salah satu untuk cara untuk meningkatkan realibitas dari swing point adalah dengan melihat candle-candle sebelumnya. Saat pasar sedang uptrend dan harga mengalami pullback maka kita akan memperhatikan saat muncul bearish candle secara berturut-turut. Bearish candle yang muncul secara berturut-turut ini menunjukkan kuatnya seller.

Setelah terjadi bearish candle secara berurutan dan kemudian muncul swing point low, ini memberikan indikasi lebih kuat bahwa seller melemah dan potensi reversal akan terjadi.

Sebagai contoh pada chart di bawah ini. Saat pasar sedang uptrend kemudian terjadi pullback. Setelah muncul empat bearish candle berurutan maka kemudian terjadi swing point low. Setelah itu harga kembali naik melebihi high tertinggi sebelumnya.


Untuk swing point high, kita dapat menunggu terjadinya swing high setelah munculnya bullish candle secara berurutan. Ini menunjukkan melemahnya buyer setelah sempat mendominasi.
Strategi entri swing ponts ini dapat menjadi pilihan bagi trader yang ingin strategi yang simple. Selain itu strategi ini dapat dikembangkan dengan menambahkan indikator atau candlestick misalnya.

Setting Stop Loss Dalam Trading Breakout

Saat trading breakout, seringkali yang menjadi pertanyaan adalah dimanakan kita meletakkan stop loss. Banyak trader kesulitan dalam menentukan stop loss ini. Jawaban dari pertanyaan ini sebenarnya simple. Ada dua pilihan penentuan stop loss, yaitu titik terdekat dan titik terjauh.

Saat terjadi breakout pada resistance, maka stop loss terdekat ditempatkan di bawah dan tidak jauh dari resistance line. Pada chart di bawah ini misalnya stop loss ditempatkan pada garis coklat. Stop loss terjauh ditempatkan pada level support terdekat di bawah resistance. Pada chart di bawah, level support terdekat di bawah resistance terletak pada garis warna ungu.


Sebaliknya saat terjadi breakout pada support, maka support terdekat akan terletak di atas level support. Stop loss terjauh akan ditempatkan pada level resistance terdekat di atas support.

Stop loss berada pada titik terdekat akan memperkecil loss kalau terjadi, namun tidak memberi cukup ruang harga  untuk bergerak. Stop loss pada titik terjauh akan membuat loss kita besar kalau terjadi, namun stop loss jenis ini memberi cukup ruang harga untuk berfluktuasi.

Namun yang menjadi pertanyaan sekarang, kapan saat kita menempatkan stop loss terdekat dan kapan menempatkan stop loss terjauh?

Ada empat faktor yang dapat menjadi pertimbangan, yaitu :

1. Bigger picture

Kita harus melihat gambaran pasar secara keseluruhan dengan menggunakan time frame lebih tinggi dari yang kita tradingkan sekarang. Misalnya kita trading pada time frame 1-hour, maka kita perlu melihat trend pada time frame 4-hour untuk mengetahui gambaran yang lebih jelas tentang kondisi currency.

Jika trading searah dengan trend pada time frame yang lebih tinggi, maka kita dapat meletakkan stop loss pada titik terjauh. Ini akan memberikan ruang pada currency untuk berfluktuasi sebelum bergerak kembali searah trend.

Namun jika kita trading berlawanan arah dengan trend pada time frame yang lebih tinggi, kita menempatkan stop loss pada titik terdekat. Ini untuk mencegah kita loss terlalu besar karena trading berlawanan arah dengan trend lebih beresiko.

2. Usaha breakout

Dalam trading breakout,  false breakout sering terjadi. Terkadang sebelumnya breakout yang sebenarnya terjadi, false breakout terjadi terlebih dahulu. Namun dapat pula terjadi setelah false breakout, breakout yang sebenarnya tidak terjadi.

Oleh karenya saat terjadi usaha breakout untuk pertama kali, maka kita dapat menempatkan stop loss pada titik terendah karena lebih beresiko. Saat terjadi usaha breakout yang kedua atau lebih, kita dapat menempatkan stop loss pada titik terjauh.

3. Rasio Risk Reward
Rasio risk rewad menbandingkan potensi profit dengan loss. Beberapa trader professional menyatakan bahwa rasio risk reward yang sehat adalah 1 : 2 atau lebih. Penempatan stop loss ini akan berpengaruh pada rasio risk reward. Semakin jauh stop loss maka target profit harus semakin besar. Namun itu semua tergantung pada sistem trading kita dan style trading kita.

4. Pergerakan Currency

Currency ada yang pergerakannya lebih mudah diprediksi dan ada yang sulit untuk diprediksi. Currency yang mudah untuk diprediski maka kita dapat menempatkan stop loss pada titik terdekat. Namun untuk currency yang sulit diprediksi, maka kita dapat menempatkan stop loss pada titik terjauh jika kita yakin akan breakout tersebut untuk memberikan cukup ruang harga untuk berfluktuasi.

Vertical Spread

Kemampuan untuk mengelola risk dan reward secara pasti adalah salah satu alasan banyak trader berminat pada  options.  Pemahaman sederhana tentang calls dan puts memang cukup untuk memulai trading options. Call memberi hak kepada buyer, namun bukan kewajiban, untuk membeli asset pada  harga yang telah ditentukan. Sebaliknya put memberi memberi hak kepada buyer, namun bukan kewajiban, untuk menjual asset pada harga yang telah ditentukan.

Namun menambahkan strategi-strategi sederhana seperti spreads, butterflies, condors, straddles, dan strangles dapat lebih menbantu trader options menentukan besarnya resiko dengan lebih baik serta menghasilkan peluang trading yang sebelumnya tidak bisa dilakukan.

Salah satu strategi tersebut adalah vertical spread. Dalam vertical spread ini,  dilakukan buy dan sell sekaligus pada jenis yang sama (call atau put) dan  pada expiration date yang sama namun pada strike price yang berbeda.

Istilah vertical digunakan karena kebiasaan menampilkan tabel options. Pada umumnya pada tabel options bulan ditampilkan secara horizontal dan strike price ditampilkan secara vertical. Karena spread ini memiliki strike price yang berbeda maka dinamakan vertical spread.

Vertical spread ini adalah directional play atau permainan arah. Maksudnya dalam trading menggunakan options ini kita harus sudah memperkirakan ke arah mana harga akan bergerak. Vertical spread ini dapat bullish atau bearish.


Bull vertical spread  dapat  dihasilkan menggunakan put atau call. Saat menggunakan call, maka kita buy call dan juga sell call pada harga yang lebih tinggi. Karena call dengan strike price yang lebih rendah selalu bernilai lebih dibanding call dengan strike price yang lebih tinggi, maka pada bull vertical selalu terjadi debit.

Untuk bear vertical, kita dapat menggunakan buy, yaitu buy put dan juga sell put dengan strike price yang lebih rendah. Vertical spread ini akan selalu menghasilkan debit karena kita menjual options yang lebih mahal dan membeli yang lebih murah.

Tabel berikut ini akan lebih memudahkan dalam memahami kombinasi spread ini.

Untuk lebih memudahkan maka sebagai contoh misalnya ada saham XYZ yang saat ini ditradingkan pada harga $55.  Kita memprediksi bahwa dalam 35 hari ke dapan saham ini akan bullish. Tentunya kita dapat mengambil cara yang simple, yaitu melakukan buy call options pada harga $3.18.

Jika XYZ akhirnya naik 10% menjadi $60.50 saat expiration date, maka kita akan mendapat profit sebesar $2.32 untuk setiap kontrak yang kita beli. Namun jika nilai XYZ pada saat expiration tetap, maka kita akan rugi sebesar nilai yang kita keluarkan untuk membeli call tersebut.

Sebagai informasi tambahan, saham XYZ minimal harus naik menjadi $58.18 saat expiration date agar mencapai breakeven.

Namun saat kita memutuskan menggunakan spread, maka kita akan menghadapi kondisi yang berbeda. Kita dapat buy 55 call pada $3.18 dan sell 60 call pada $1.37 sehingga  terdapat debit sebesar $1.81. Jika XYZ harganya tetap maka kita hanya akan rugi sebesar $1.81. Lebih rendah 43% daripada jika kita hanya buy call saja. Breakeven sekarang juga lebih kecil karena hanya $56.81.

Jika demikian, kenapa masih ada trader yang tidak menggunakan vertical spread ini? Vertical spread membuat loss dan breakeven lebih kecil, namun sebagai gantinya vertical spread ini juga akan membatasi reward kita. Tidak peduli seberapa tinggi saham XYZ, maka nilai dari spread tidak melebihi $5. Karena kita mebayar $1,81 untuk spread, maka profit maksimum yang dapat kita capai adalah $5 - $1,81 = $ 3.19.

Contoh di atas adalah contoh vertical spread menggunakan call. Selain menggunakan call kita dapat menggunakan put. Sebagai contoh kita sell 60 put pada $6.08 dan buy 55 put pada $2.92 sehingga menghasilkan credit sebesar $3.16. Jika saham XYZ pada saat expiration date berada di atas $60 maka kedua put tersebut tidak bernilai dan kita tetap menyimpan credit sebesar $3.16.

Jika XYZ berada di bawah $55 saat expiration date, maka 60 put akan berbernilai $8 dan 55 put $3 sehingga spread sebesar $5. net loss akan sebesar $1.84 karena kita menjualnya sebesar $3.16 dan harus membeli pada $5. Net loss sebesar $1.84 ini akan terjadi selama harga XYZ sama atau di bawah $55.

Dari kedua contoh vertical spread menggunakan call dan put terdapat perbedaan hasil. Saat memilih vertical spread menggunakan call (untuk debit), maka profit maksimum sebesar $3.19 dan loss maksimum sebesar $1.81. Saat menggunakan put (untuk credit) maka profit maksimum sebesar $ 3.16 dan loss maksimum sebesar $1.84.

Dari perbedaan tersebut kalau dari perhitungan matematis tentunya kita memilih vertical spread menggunakan call karena profit maksimum lebih besar dan loss maksimal lebih kecil. Namun sebenarnya penggunaan call atau put akan menghasilkan profit atau loss yang sama. Penggunaan put yang merupakan credit akan memberi kita bunga. Besarnya bunga inilah yang akan membuat profit atau loss yang didapat sama.

Vertical spread dapat menjadi pilihan bagi trader options yang ingin membatasi loss. Namun akibatnya profit kita menjadi terbatas juga.

Berusahalah Menjadi Profitable, Bukan Sempurna

Keinginan untuk menjadi sempurna saat awal-awal trading seringkali membuat  trader pemula kehilangan uang mereka Kenapa? Karena orang yang perfeksionis tidak dapat menerima loss. Loss yang semula kecil dapat dengan mudah berubah menjadi loss yang besar karena trader tidak bisa menerima kalau dia salah. Ini ditambah pula seringkali trader ingin mendapatkan profit secepat mungkin sehingga mereka dapat merasa sebagai pemenang.

Orang yang perfeksionis percaya kesempurnaan diperlukan agar mereka diterima oleh     orang  lain.   Namun  realitanya    penerimaan tersebut tidak dapat diperoleh melalui performa atau faktor eksternal lainnya seperti uang atau status sosial. Sebaliknya, penerimaan diri adalah akar dari kebahagiaan. Hambatan terbesar adalah mengatasi rasa takut dan kegagalan.

Jika kita memiliki mental perfeksionis saat trading, kita sedang berada di jalan kegagalan. Ini dikarenakan kita sebagai trader pasti akan mengalami loss. Kita tidak bisa menjadi perfeksionis dan mengharapkan menjadi trader yang sukses. Loss yang kita alami (yang seringkali kali kita harapkan berbalik arah dan menjadi breakeven atau bahkan profit) akan membunuh kita. Jika kita tidak dapat menerima loss saat kecil karena kita ingin menjadi sempurna, maka seringkali loss tersebut bertambah menjadi besar yang menyebabkan masalah untuk trader yang perfeksionis.

Tujuan kita adalah trading yang profitable, bukan trading yang sempurna. Oleh karenanya kita perlu melihat hasil trading kita selama periode tertentu dan bukan dilihat dari tiap transaksi yang kita lakukan. Trader yang sukses pasti pernah mengalami loss, namun mereka mampu membuat dampak dari loss tersebut kecil sehingga tidak mengganggu trading secara keseluruh.

Ini adalah beberapa tips untuk menjadi trader yang tidak terlalu perfeksionis :

  • Belajar menghargai proses sama seperti kita menghargai hasil 
  • Tentukanlah tujuan atau target yang bisa dicapai
  • Yakinlah bahwa diri kita berharga tidak peduli kita win atau loss
  • Jangan terlalu fokus pada apa yang kita peroleh namun nikmatilah trading
  • Jangan terlalu kritis akan kesalahan kita namun belajarlah atas kesalahan tersebut

Proses itu penting dan janganlah fokus pada hasil. Jika kita telah mencapai target kita untuk meningkatkan kemampuan trading, maka kita telah menang apapun hasilnya. Trader    yang   perfeksionis    seringkali   berusaha mengontrol faktor yang tidak dapat dikontrol dalam trading (seperti menunggu sampai tidak ada risiko dan peluang trading terlihat sempurna). Saat trader fokus pada hal-hal yang tidak dapat dikontrol ini, mereka tidak akan dapat exit dari posisi yang loss atau kehilangan kesempatan mengambil posisi baru.


Menggunakan MACD Dalam Menggambar Trendline

Dalam menggambar trendline, seringkali subyektifitas sangat berpengaruh. Satu trader dan trader lainnya dapat membuat trendline yang berbeda. Untuk mengurangi subyektifitas ini kita dapat menggunakan MACD.

Penggunana MACD akan menghasilkan dua jenis trendline, yaitu confirmed trendline dan unconfirmed trendlines.

Confirmed Trendlines

Pada MACD terdapat swing high dan swing low. Swing high dan swing low yang terjadi pada MACD ini dapat digunakan untuk mengkonfirmasi trendline yang kita buat. Swing low pada MACD saat berada di bawah 0 dapat digunakan untuk menggambar confirmed lower trendlines. Sedangkan swing high pada MACD di atas 0 dapat digunakan untuk menggambar confirmed upper trendlines.

Contoh seperti chart di bawah ini. Lingkaran biru menunjukkan tempat untuk menggambar trendline. Kita dapat menggambar upper trendline dan lower trendline.



Pada chart tersebut upper dan lower trendline ini akan berpotongan (panah merah).  Ini memberikan peluang trading breakout. Setelah terjadi perpotongan ini harga terus naik melebihi swing high sebelumnya.

Unconfirmed Trendlines

Unconfirmed trendlines adalah trendlines yang dibuat dari MACD yang tidak membuat swing high atau swing low. Kita menghubungkan lekukan-lekukan yang terdapat pada MACD. Sebagai contoh pada chart di atas terdapat lekukan-lekukan (panah pink) untuk untuk membuat unconfirmed trendlines.


Pada chart tersebut, saat MACD akhirnya membuat swing high dan swing low maka kita dapat membuat confirmed trendlines (garis warna biru).

Penggunaan MACD ini selain membantu membuat trendline juga dapat membantu kita dalam trading breakout.